Berdasarkan
kajiannya, Adz-Dzakiey (2008) mengemukakan bahwa sebagian masyarakat Indonesia saat
ini mengalami krisis esensial, baik secara spiritual, mental, moral, maupun
sosial. Krisis spiritual ditandai dengan melunturnya penerapan nilai ketuhanan
dalam kehidupan sehari-hari. Sikap yang ditunjukkan antara lain adalah tidak
merasa berdosa meninggalkan perintah Tuhan, serta melanggar larangan Tuhan, malas
beribadah, seolah-olah tidak membutuhkan agama dan Tuhan. Krisis mental ditunjukkan
dengan mudahnya kelompok tertentu dalam masyarakat untuk berpikir, bersikap negatif, dan berperilaku negatif
terhadap kelompok lain yang dianggap tidak sesuai dengan kesepakatan dan norma
yang dianut kelompoknya. Krisis moral / akhlaq tercermin dari ketidakmampuan anggota masyarakat membedakan hal yang dianggap terpuji dengan
tercela, baik dengan buruk, bermanfaat dengan mudharat, haq (benar) dengan
bathil (salah), halal dan haram.
Untuk memenuhi keinginan kelompok, semuanya serba dibolehkan. Krisis sosial
ditandai dengan kurangnya keteladanan para pemimpin dalam mengelola dan
menjalankan organisasi. Perilaku
pemimpin yang tidak amanah, melalui korupsi, kolusi, tindakan tidak adil, mengutamakan
kepentingan pribadi dan kelompok/golongannya saja, menyebabkan berbagai permasalahan di masyarakat
seperti kemiskinan, pengangguran, dan kriminalitas.
Belajar dari Kehidupan (Cara Berpikir,
Bersikap, dan Berperilaku) Para Nabi
Budiharto (2008)
mengemukakan bahwa figur atau model pemimpin yang terbukti telah mampu
mengatasi berbagai krisis di masa kehidupannya, dan pengaruhnya sangat besar
terhadap pola pikir, sikap dan perilaku manusia lintas bangsa, budaya, agama,
bahkan lintas zaman hingga saat ini setelah ratusan ribu tahun sepeninggalnya adalah
para nabi/prophet, seperti :
- Nabi Isa .s, yang sering disebut dengan Yesus Kristus oleh umat Kristiani di sebagian besar negara di benua Eropa, Amerika, Australia, serta sebagian kecil di Benua Asia dan Afrika
- Nabi Musa a.s, yang seringkali disebut juga dengan Moses oleh umat Yahudi di Israel, Amerika Serikat, dan Eropa
- Nabi Muhammad s.aw di Timur Tengah, Asia Tenggara, sebagian Afrika dan Eropa
- Budha Gautama di Asia Selatan, Timur, dan Tenggara
Mengapa pola pikir, sikap, dan perilaku para Nabi tersebut
begitu berpengaruh terhadap pengikutnya sejak kehidupannya hingga sekarang
setelah ratusan, bahkan ribuan tahun mereka meninggal ?
Kajian tentang pola pikir, sikap dan perilaku para nabi
yang mengispirasi manusia itu disebut kajian tentang kepemimpinan kenabian/Prophetic
Leadership (Beerel, 1997,
Gill, 2002, Budiharto dan Himam, 2006). Kajian yang pertama dilakukan
oleh Annabel Beerel (1997), Direktur Carpe Diem Ltd, Cambridge, Massachusetts, merupakan suatu studi
kasus terhadap kepemimpinan dan peran pemimpin di suatu lembaga pendidikan
agama Katolik di Amerika
Serikat untuk mengatasi berbagai tantangan dan permasalahan organisasi
menghadapi milenium baru. Peran pemimpin seminari sebagai perencana strategis (strategic
planner) untuk menjalankan tugas-tugas kepemimpinan dalam organisasi
sebagaimana dilakukan nabi (prophetic leadership) sangat
direkomendasikan.
Kajian kedua dilakukan
oleh J.K. Gill (2002) dengan meneliti peran kepemimpinan kenabian (prophetic
leadership) oleh para anggota Dewan Gereja Nasional Amerika Serikat (The National Council of Churches) untuk menghentikan perang tentara Amerika Serikat
di Vietnam. Kajian lebih detail mengenai konstruk
teoritis dan pengembangan alat ukur kepemimpinan kenabian berdasarkan
perspektif umat muslim dilakukan oleh Sus Budiharto dan Fathul Himam (2006) dengan responden penelitian para
pemimpin organisasi kemasyarakatan Islam, serta pegawai edukatif dan
administratif di sebuah perguruan tinggi Islam di Yogyakarta
Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan
mempunyai makna yang beragam. Para peneliti umumnya mendefinisikan kepemimpinan
berdasarkan perspektifnya dan dimensi
yang akan diteliti yang menarik perhatiannya. Stogdill (Yukl, 2006)
menyimpulkan bahwa “banyaknya definisi kepemimpinan sama dengan jumlah orang
yang mendefinisikan kepemimpinan”. Daft (2005) memperjelas bahwa konsep
kepemimpinan berevolusi secara kontinyu. Kepemimpinan kemudian didefinisikan
berdasarkan ciri-ciri, perilaku, pengaruh, pola interaksi, hubungan peran, dan
posisi jabatan administratif. (Yukl, 2006).
Berdasarkan berbagai definisi yang telah dibuat, umumnya makna
kepemimpinan dapat diambil inti sari sebagai kemampuan dan proses mempengaruhi
orang lain untuk mencapai suatu tujuan (Robbins, 2003; Daft, 2005; Yukl, 2006). Kemampuan
mempengaruhi berasal dari kata pengaruh, yang berarti daya yang ada atau timbul
dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk karakter, keyakinan, dan
perilaku seseorang (Maxwell, 2004).
Kepemimpinan
dalam bahasa Inggris disebut dengan leadership,
yang berarti kemampuan mempengaruhi atau mengajak orang lain untuk bersama-sama
mencapai tujuan tertentu. Istilah kepemimpinan dalam bahasa Arab antara lain
disebut dengan imamah, khilafah, atau
imarah, yang secara umum mengandung arti daya memimpin atau kualitas
seorang pemimpin, atau tindakan dalam memimpin. Imamah berasal dari kata amma-ya’ummu
yang mengandung arti menuju, meneladani, dan memimpin. Dari kata ini muncul
istilah imam, yang berarti pemimpin
atau orang yang memimpin, karena perilakunya bisa diteladani orang lain, serta
mempunyai visi yang jelas. Khilafah
berasal dari kata khalafa yang
mengandung arti di belakang dan mengganti. Dari kata ini muncul istilah khalifah yang artinya pengganti atau
orang yang menggantikan / mewakili. Umumnya pemimpin dalam konteks Islam sering
disebut dengan khalifatullah atau
pengganti/wakil Allah. Dari kata imarah
muncul istilah ulul amri yang berarti
orang yang mempunyai urusan dan mengurus / mengelola orang lain / organisasi.
(Zainuddin dan Mustaqim, 2005).
Pengertian Kepemimpinan Kenabian (Prophetic Leadership)
Budiharto dan Himam (2006) mendefinisikan kepemimpinan kenabian adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan
diri dan
mempengaruhi orang lain dengan tulus melalui kekuatan pencerahan jiwa dan pembersihan ruhani
untuk mencapai tujuan bersama sebagaimana dilaksanakan oleh para nabi/prophet
(Budiharto dan Himam, 2006). Kemampuan mengendalikan diri yang
dimaksudkan adalah kemampuan sesorang untuk mengendalikan akal pikiran, panca
indera, dan fisiknya agar mengikuti nurani yang berada di dalam qolbu. Mempengaruhi orang lain
dengan tulus bermakna proses mempengaruhi oleh pemimpin profetik dilakukan dengan
kesadaran, tidak dengan memaksa/dipaksa orang lain. Kekuatan pencerahan jiwa maksudnya
ialah proses mempengaruhi dijalankan dengan keteladanan, sehingga pemimpin sudah/sedang
mempraktekkan apa yang dipengaruhkan sebagai
wujud jiwanya yg telah tercerahkan. Pembersihan ruhani bermakna proses mempengaruhi
merupakan media interaksi transendental dengan Allah SWT, meskipun wujud
fisiknya adalah interaksi horisontal dengan sesama makhluk Allah. Tujuan para pemimpin profetik adalah memperoleh Ridho Allah SWT, baik
ketika berinteraksi di dunia, maupun untuk kehidupan di akhirat (pasca
kehidupan dunia).
Dimensi Kepemimpinan Kenabian
Berdasarkan
kajian Budiharto dan Himam (2006), dimensi
kepemimpinan kenabian terdiri dari empat,
yaitu sidiq, amanah, tabligh, dan
fathonah.
a. Sidiq
berarti benar, lurus, jujur, berpedoman
pada nurani, sabar, dan konsisten. Pemimpin
yang sidiq adalah pemimpin yang jujur
kepada Tuhan, diri sendiri (nurani), orang lain, dan jujur terhadap tugas yang
dijalani. Kebalikan dari sidiq
adalah dusta, artinya berbohong, tingkah laku bertentangan dengan
ucapan, serta lebih mengutamakan kepentingan pribadi daripada organisasi. Pemimpin
yang sidiq di dalam Al Qur’an
termasuk dalam golongan orang yang bertaqwa, sebagaimana FirmanNya dalam
Surat Al Baqarah (2) ayat 177 :
Bukanlah
menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi
Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya
kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang
memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan)
hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang
menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang
yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka
itulah orang-orang yang sidiq
(benar) dan dan mereka
itulah orang-orang yang bertaqwa
b. Amanah berarti
profesional, terpercaya, berkomitmen dan bertanggung jawab yang tinggi
kepada Tuhan, pimpinan, rekan, dan bawahan, serta berperilaku secara adil. Amanah
juga memiliki arti Wara’ (hati-hati)
dan Zuhud (tak terpedaya kehidupan
dunia). Kebalikan dari amanah adalah khianat, yang berarti mengingkari
kesepakatan dan janji, serta tidak bertanggung jawab. Amanah antara lain diuraikan dalam Al Qur’an Surat Al Mu’minuun (23) ayat 1 - 9 sebagai salah satu
karakteristik orang yang beriman
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, yaitu
orang-orang yang khusyu' dalam sholatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri
dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, ...dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya...
c. Tabligh berarti mengajak orang lain melakukan
kebaikan dan menjauhi kejahatan (amar
makruf nahi mungkar), berkomunikasi asertif,
dan efektif. Perilaku pemimpin yang tabligh
antara
lain adalah berani menyatakan kebenaran dan bersedia mengakui kekeliruan. Apa
yang benar dikatakan benar, apa yang salah dikemukakan salah. Jika tidak mampu
menyatakan tidak mampu, jika tidak tahu menyatakan tidak tahu. Kebalikan dari tabligh adalah menyembunyikan, artinya menyembunyikan
informasi, sulit memahami dan dipahami orang lain. Tabligh antara lain dijelaskan dalam Al
Qur’an Surat An Nuur (24): 54.
Katakanlah:
"Taatlah kepada Allah dan rasul; dan jika kamu berpaling, maka
Sesungguhnya kewajiban rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan
kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan kepadamu. dan
jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. dan tidak lain kewajiban
rasul itu melainkan menyampaikan
dengan terang (Al balaghul mubiin)".
d. Fathonah berarti cerdas yang dibangun karena
ketaqwaan kepada Tuhan, mampu menjadi problem solver, dan mempunyai ketrampilan /
skill yang teruji. Perilaku pemimpin yang fathonah
terekspresi pada etos kerja dan kinerja pemimpin yang memiliki skill yang teruji dan terampil. Kebalikan
dari fathonah adalah syufaha’ / bodoh, mempunyai wawasan yang
sempit, tidak bisa membedakan hal yang baik dan buruk, halal dan haram, haq dan batil dalam bertindak, serta hanya berorientasi pada materi dan
hal-hal duniawi. Adz-Dzakiey (2007) mengemukakan bahwa fathonah ialah hikmah yang Dikaruniakan Allah SWT kepada siapa saja
yang DikehendakiNya, sebagai salah satu hasil dari ketaatan beribadah. Pemimpin
yang fathonah mampu bersikap
bijaksana, kuat dalam melakukan perubahan, perbaikan, pengembangan,
penyembuhan, memahami rahasia ketuhanan, dan terhindar dari kebodohan ruhani,
sebagaimana Firman Allah dalam Al Qur’an Surat Al Baqarah (2) ayat 269 :
Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam
tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan
barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia
yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil
pelajaran
Profil kepempinan kenabian dapat dilihat
dalam tabel berikut :
ASPEK
|
DESKRIPSI
SKOR RENDAH
|
NILAI
DAN KATEGORI
|
DESKRIPSI
SKOR TINGGI
|
ASPEK
|
|||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
||||
Dusta
|
Berbohong, tingkah laku
bertentangan dengan ucapan, mengutamakan kepentingan pribadi
|
Jujur, berpedoman pada
nurani & kebenaran, tulus, sabar, konsisten, menjadi teladan
|
Sidiq
|
||||||
Khianat
|
Khianat, mengingkari kesepakatan & janji, tidak bertanggung jawab.
|
Profesional, terpercaya, komitmen & tanggung jawab kepada Tuhan, pimpinan, rekan, bawahan, adil
|
Amanah
|
||||||
Taqiyah
|
Sulit memahami dan dipahami orang lain, menyembunyikan informasi
|
Amar makruf nahi mungkar, asertif, komunikasi
efektif
|
Tabligh
|
||||||
Syufaha’
|
Orientasi materi & duniawi, wawasan sempit
|
cerdas karena taqwa, skill teruji, problem solver,
|
Fathonah
|
Masyarakat Sehat Holistik
Kesehatan holistik adalah kondisi manusia yang sehat, baik
secara fisik, mental, spiritual, finansial, maupun sosial. Sehat Fisik
mempunyai makna berfungsinya dengan baik seluruh organ tubuh yang terdapat dalam diri
manusia, seperti jantung, limpa, paru-paru, ginjal, hati, lambung, otak,
kepala, tangan, kaki, dsb. Sehat mental adalah berfungsinya kerja akal pikiran, ingatan, dan kesadaran terhadap apa yang
seharusnya dan sepatutnya dilakukan atau tidak dilakukan. Kerja akal pikiran,
ingatan dan kesadaran tersebut berada dalam koordinasi nurani. Sehat spiritual
bermakna terlepasnya penyakit ruhani seperti dengki, dendam, pemarah, angkuh,
sombong dan sebagainya dari dalam qalbu manusia,
serta tumbuhnya rasa ketaatan terhadap pengamalan perintah Tuhannya dan
penjauhan diri dari larangan Tuhannya. Sehat finansial berarti berfungsinya
harta / keuangan dengan baik dan benar, sehingga dapat memberikan kecukupan dan
kesejahteraan di dalam kehidupan sehari-hari secara baik dan benar pula. Sehat
sosial maksudnya adalah kemampuan berinteraksi, berkomunikasi, dan berintegrasi
dengan manusia lain secara baik. Kemampuan
berinteraksi adalah kemampuan menjalin hubungan atau pergaulan (network/silaturahim) dengan baik. Kemampuan berkomunikasi efektif
yaitu kemampuan melakukan sambung rasa dengan orang lain dengan sikap dan tutur
kata yang baik, beretika, serta mudah dipahami dan diterima. Kemampuan
berintegrasi maksudnya adalah kemampuan seseorang untuk menjalin persatuan dan
kesatuan dalam organisasi maupun bangsa dan negara. Masyarakat yang
sehat holistik adalah masyarakat yang sehat baik secara fisik, mental,
spiritual, finansial, maupun sosial.
Kepemimpinan Kenabian Untuk
Membangun Masyarakat Sehat Holistik
Kepemimpinan kenabian adalah kemampuan seseorang untuk
mengendalikan diri dan mempengaruhi orang lain dengan tulus melalui kekuatan pencerahan jiwa dan pembersihan
ruhani untuk mencapai tujuan bersama sebagaimana telah dilaksanakan oleh para
nabi. Kepemimpinan yang mendahulukan kemampuan
seorang pemimpin untuk mempengaruhi diri sendiri sebelum mempengaruhi orang
lain (self leadership) tersebut
memungkinkan perilaku seorang pemimpin untuk selalu mengikuti nuraninya ketika
mengambil keputusan. Perilaku korupsi dan kolusi seringkali terjadi ketika
seorang pemimpin mengambil keputusan lebih dipengaruhi oleh hawa nafsu daripada
nurani. Masyarakat yang dipimpin oleh pemimpin berparadigma kenabian akan
terispirasi oleh perilaku pemimpin yang benar dan jujur (sidiq),
sehingga berusaha meneladani perilaku tersebut dalam tugas dan kehidupannya.
Hal ini dapat mewujudkan masyarakat yang sehat spiritual dan mental dalam
kesehatan holistik.
Pemimpin yang profesional dan penuh tangung jawab,
serta mempertanggungjawabkan seluruh
tugasnya kepada Allah SWT dan organisasi (amanah) tidak akan berperilaku
transaksional dengan menuntut balasan dari orang lain atas perilakunya.
Pemimpin kenabian selalu bersungguh-sungguh menunaikan tugas untuk mendapatkan
Ridho Allah, sehingga pengikut merasa tenang dan nyaman dalam bekerja untuk
mewujudkan tujuan bersama. Masyarakat yang dipimpin oleh pemimpin yang amanah
mendapatkan kepastian dan keadilan dalam menjalankan aktivitasnya, sehingga
kesejahteran fisikal dan finansial lebih memungkinkan diwujudkan.
Pemimpin yang mudah
memahami orang lain, menyampaikan informasi secara lengkap, dan berkomunikasi
secara asertif dengan menggunakan bahasa hati dan pikiran (tabligh), hasil karyanya akan mudah dipahami oleh masyarakat,
sehingga masyarakat pun akan menerima,
memahami, dan bahkan mencintainya. Masyarakat dapat terinspirasi untuk saling
memahami, bukan saling menuntut untuk dipahami. Dengan demikian kesehatan dan
kesejahteraan sosial lebih memungkinkan terwujud.
Pemimpin yang cerdas karena
ketaqwaannya kepada Allah, berwawasan luas, dan visioner (fathonah), akan mampu
menjadi problem solver dari berbagai permasalahan yang dialami
organisasi dan masyarakatnya. Organisasi dan masyarakat yang sehat holitik
(sehat secara fisik, mental,
spiritual, finansial, dan sosial) merupakan
impian yang bisa menjadi kenyataan. Subhanallah,
walhamdulillah, wa laa ilaaha illallah, wallaahu akbar, wa laa haula wala
quwwata illa billlah.
Kesimpulan
- Salah satu penyebab krisis esensial yang dialami masyarakat Indonesia ialah kurangnya keteladanan para pemimpin dalam mengelola dan menjalankan organisasi di masyarakat.
- Model pemimpin yang terbukti telah mampu mengatasi berbagai krisis di masa kehidupannya, dan pengaruhnya sangat besar terhadap pola pikir, sikap dan perilaku pengikutnya lintas bangsa, budaya, agama, bahkan lintas zaman adalah para nabi/prophet
- Kepemimpinan kenabian adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan diri dan mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan bersama sebagaimana telah dilaksanakan oleh para nabi, terdiri dari empat dimensi, yaitu sidiq, amanah, tabligh, dan fathonah.
- Masyarakat yang sehat holistik adalah masyarakat yang sehat secara fisik, mental, spiritual, finansial, dan sosial.
- Kepemimpinan kenabian memungkinkan mewujudkan masyarakat yang sehat holistik